Welcome
Sabtu, 18 Jan 2025
  • Situs Website Resmi Maarif NU Tuban "Jelas Aqidahe, Jelas Manfaate, Jelas Barokahe"
  • Situs Website Resmi Maarif NU Tuban "Jelas Aqidahe, Jelas Manfaate, Jelas Barokahe"
6 Januari 2025

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim adalah salah satu karya monumental yang ditulis oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari

Sen, 6 Januari 2025 Dibaca 4x Pendidikan / Sosial

KAJIAN KITAB ADABUL ‘ALIM WAL MUTA’ALLIM

Histori, Sistematika, Tema, dan Analisis Interdisipliner

Karakter tebuireng

Oleh

Moh Muflih

IAIN Kediri

 

Pendahuluan

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim adalah salah satu karya monumental yang ditulis oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, seorang ulama besar dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Kitab ini berfungsi sebagai panduan bagi proses pendidikan dalam Islam, khususnya dalam menjaga adab dan etika yang harus dimiliki oleh seorang pengajar (alim) dan pelajar (muta’allim).

Melalui kitab ini, Hasyim Asy’ari memberikan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya adab dalam proses belajar-mengajar dan bagaimana ilmu seharusnya dipelajari dengan niat yang ikhlas dan penghormatan penuh terhadap ilmu dan guru. Kitab ini menjadi panduan penting bagi lembaga pendidikan, terutama di lingkungan pesantren, dan memberikan wawasan yang masih relevan hingga kini dalam dunia pendidikan Islam maupun pendidikan secara umum.

Riwayat KH Hasyim Asy’ary

Hadratussyaikh KH. Mohammad Hasyim Asy’ari lahir pada 14 Februari 1871 atau 24 Dzulqo’dah 1287 H. Beliau adalah putra ketiga dari 11 bersaudara dari pasangan KH. Asy’ari pemimpin Pesantren Keras, Jombang dan Nyai Halimah. Dari Nasab Ayahnya, KH. Hasyim Asy’ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah SAW melalui Joko Tingkir. Berikut ini nasab beliau dari jalur ayah:

  1. Abdurrohman/Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
  2. Abdul Halim (Pangeran Benawa)
  3. Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
  4. Abdul Halim
  5. Abdul Wahid
  6. Abu Sarwan
  7. Asy’ari (Jombang)
  8. Hasyim Asy’ari (Jombang)

Saat masa kanak-kanak, KH. Hasyim Asyari sudah belajar dasar-dasar agama dari ayahnya, KH. Asy’ari dan kakeknya, Kyai Usman (Pengasuh Pesantren Gedang di Jombang). Ketika usia menginjak 15 tahun, Kyai Hasyim mulai belajar di berbagai pesantren, di antaranya Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan, dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Di Pesantren Siwalan, Sidoarjo, yang diasuh oleh KH. Ya’qub inilah, rupanya Kyai Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. KH. Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup waktu lima tahun bagi Kyai Hasyim untuk menyerap ilmu di Pesantren Siwalan.

 

Kecerdasan dan kealiman yang dimiliki oleh Kyai Hasyim, membuat KH. Ya’qub tertarik kepada Kyai Hasyim. Akhirnya, Kyai Ya’qub menikahkan salah satu putrinya yang bernama Nyai Khodijah dengan Kyai Hasyim. Tidak lama setelah menikah, Kyai Hasyim bersama istrinya berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, lalu Kyai Hasyim kembali ke tanah air. Namun sayangnya, istri dan anaknya telah meninggal dunia. Pada tahun 1893, Kyai Hasyim berangkat kembali ke Tanah Suci. Dan sejak itu Kyai Hasyim menetap di Makkah selama 7 tahun.

Di antara guru-guru Kyai Hasyim yang masyhur adalah berikut ini:

  1. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau,
  2. Syekh Mahfudz At-Tarmasi,
  3. Syekh Ahmad Amin Al-Aththar,
  4. Syekh Ibrahim Arab,
  5. Syekh Said Yamani,
  6. Syekh Rahmaullah,
  7. Syekh Sholeh Bafadlal,
  8. Sayyid Abbas Al-Maliki,
  9. Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf,
  10. Sayyid Husein Al-Habsyi,
  11. Muhammad Sholeh Darat, Semarang,
  12. Kholil Bangkalan,
  13. Ya’qub, Sidoarjo,
  14. Sayyid Husain Al-Habsyi,
  15. Sayyid Sulthan Hasyim Ad-Daghistani,
  16. Sayyid Abdullah Az-Zawawi,
  17. Sayyid Ahmad bin Hasan Al-Atthas,
  18. Sayyid Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi,
  19. Sayyid Ahmad Zaini Dahlan,
  20. Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al-Haddad,
  21. Syekh Nawawi Al-Bantani,
  22. Sayyid Al-Bakry Muhammad Syatho,
  23. Muhammad Amin Al-Kurdi,
  24. Yusuf bin Ismail An-Nabhani.

Perjalanan Hidup dan Dakwah KH Hasyim Asy’ari

Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng

Pada tahun 1899, Kyai Hasyim pulang ke Tanah Air. KH. Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh, Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah barat Pabrik Gula Cukir. Di daerah ini, KH. Hasyim mendirikan sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal. Dari tratak kecil inilah Pesantren Tebuireng mulai tumbuh. KH. Hasyim mengajar dan shalat berjamaah di tratak bagian depan. Sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang dan setiap bulan santrinya semakin banyak berdatangan dari berbagai daerah. KH. Hasyim bukan saja seorang Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu biasanya KH. Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah KH. Hasyim memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi ke Surabaya untuk berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, KH. Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.

Setelah mendirikan pesantren, satu per satu santri berdatangan untuk ikut mengaji di Pondok Pesantren Tebuireng. Hingga akhirnya, ribuan santri menimba ilmu kepada KH. Hasyim. Dari sinilah tumbuh para santri yang menjadi tokoh, ulama, dan lain sebagainya. Kealiman, keabsahan sanad keilmuan, dan kesuksesan beliau dalam mendidik para santri yang menjadi ulama besar, menjadikan nama beilau semakin masyhur di jagat Nusantara, bahkan sampai manca negara. Karena itu pula, maka beliau terkenal dengan gelar “Hadratussyaikh” atau “Maha Guru”. Tidak sedikit, santrinya yang mendirikan pesantren dan berhasil mencetak ribuan bahkan ratusan santri berpengaruh di Indonesia.

 

Histori Penulisan Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim

Kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” ditulis oleh KH. Hasyim Asy’ari dan selesai ditulis pada 22 Jumadi Tsani Tahun 1342 H/ 1924 M. Kitab ini merupakan resume dari beberapa kitab, yaitu:Adab al- Mua‟llim karya Syaikh Muhammad Bin Sahnun Ta‟lim al- Muta’allim fi Thariqat al- Ta’allum karya Syaikh Burhanuddin al- Zarnuji Tadzkirat al- Syaml wa al- Mutakallim fi Adab al- ‘Alim wa al- Muta’allim karya Syaikh Ibnu Jamaah pada awal abad ke-20 di  masa kolonial, ketika Indonesia (Hindia Belanda) tengah mengalami tekanan sosial, politik, dan budaya dari kekuatan penjajah. Pada masa ini, budaya Barat mulai mempengaruhi sistem pendidikan di Nusantara, menggeser nilai-nilai tradisional Islam, termasuk dalam hal adab dalam pendidikan.

KH.Hasyim Asy’ari merasakan adanya degradasi moral di kalangan pelajar dan pengajar, di mana pencarian ilmu seringkali didorong oleh ambisi duniawi, seperti kedudukan dan kekayaan. Merespons fenomena ini, ia menulis kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” dengan tujuan menghidupkan kembali tradisi adab dalam menuntut ilmu, yang menurutnya menjadi kunci keberhasilan pendidikan Islam.

Penulisan kitab ini juga terinspirasi oleh karya-karya ulama terdahulu, seperti “Ihya Ulumuddin” karya Imam Al-Ghazali dan Ta’limul Muta’allim” karya Burhanuddin Az-Zarnuji. Kedua kitab tersebut sangat berpengaruh dalam pembahasan adab dan etika dalam pendidikan Islam, dan Hasyim Asy’ari mengambil banyak pelajaran dari tradisi tersebut untuk diterapkan di lingkup pesantren dan pendidikan Islam di Indonesia.

 

Sistematika Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim

Kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” disusun secara sistematis, meskipun tidak terlalu panjang, tetapi padat dengan makna dan nasihat yang mendalam. Kitab ini dibagi ke dalam beberapa bagian utama yang membahas secara terperinci tentang adab yang harus dimiliki oleh seorang guru dan pelajar. Secara umum, sistematika kitab ini mencakup:

 

Pendahuluan : KH. Hasyim Asy’ari memulai dengan menjelaskan pentingnya ilmu dalam kehidupan manusia dan peran adab dalam proses mencari ilmu. Ia menekankan bahwa ilmu tanpa adab akan menjadi tidak bermanfaat dan justru dapat menyesatkan.

Merujuk Dr Lukman Hakim yang mengutip pendapat Al-Ghazali sebagaimana ditulis dalam catatan kaki kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim

وَالْمُرَادُ بِالْفِقْهِ هُنَا عِلْمُ طَرِيْقِ الْآخِرَةِ وَمَعْرِفَةِ دَقَائِقِ آفَاتِ النَّفْسِ وَمُفْسِدَاتِ الْأَعْمَالِ

Artinya, “Dan yang dimaksud dengan fiqih di sini adalah ilmu untuk mengetahui jalan akhirat, mengetahui detil-detil bahaya jiwa dan perusak-perusak amal …” (Asy’ari, 28).

Adab Guru (‘Alim) : Bagian ini menguraikan tanggung jawab seorang guru dalam mengajar. KH. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa guru harus mengajar dengan niat yang ikhlas, penuh kesabaran, dan bertanggung jawab tidak hanya dalam menyampaikan ilmu, tetapi juga dalam membentuk karakter muridnya.

Adab Pelajar (Muta’allim) : Di bagian ini, KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan adab-adab yang harus dimiliki oleh seorang pelajar, seperti niat yang tulus, penghormatan terhadap guru, kesabaran dalam menuntut ilmu, dan tekad untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh.

Etika dalam Proses Belajar Mengajar : Dalam bagian ini, Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya interaksi yang baik antara guru dan pelajar. Kedua belah pihak harus saling menghormati dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menuntut ilmu dengan ikhlas untuk kebaikan dunia dan akhirat.

 

Tema-tema yang Dibahas dalam Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim

Kitab ini menekankan beberapa tema kunci yang menjadi dasar pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai pendidikan:

Niat yang Ikhlas : KH. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa dalam menuntut ilmu, niat yang ikhlas menjadi bagian yang sangat penting. Ilmu harus dicari semata-mata untuk mendekatkan diri dan mencari ridha Allah dan memberi manfaat bagi orang lain, bukan untuk mengejar ambisi duniawi seperti harta, kedudukan, atau ketenaran dan lain-lain yang bersifat keduniawian saja

Penghormatan terhadap Guru: Salah satu tema utama yang arus diperhatikan oleh siswa adalah pentingnya menghormati dan memulyakan guru sebagai pemberi ilmu. Menurut KH.  Hasyim Asy’ari, sikap hormat terhadap guru adalah bagian dari keberhasilan dalam menuntut ilmu. Tanpa penghormatan yang tulus, ilmu yang didapat tidak akan membawa keberkahan di samping itu menghormati guru mencerminkan akhlak yang baik, dan juga menciptakan suasana belajar yang kondusif .

Tanggung Jawab Guru dalam Pendidikan : Guru tidak hanya bertanggung jawab untuk menyampaikan ilmu, tetapi juga membimbing murid dalam aspek spiritual dan moral. Guru harus menjadi teladan dalam segala hal, baik dalam ucapan, perilaku, maupun dalam pengajaran.

Pentingnya Adab dalam Ilmu : Ilmu tanpa adab dianggap tidak bermanfaat. Adab menjadi syarat utama dalam mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan penuh berkah. Hasyim Asy’ari berpendapat bahwa adab adalah kunci untuk membuka pintu-pintu ilmu yang lebih tinggi.

Kesabaran dalam Menuntut Ilmu : Menuntut ilmu adalah proses panjang yang membutuhkan kesabaran. Pelajar harus siap menghadapi tantangan dan hambatan dalam proses belajar, dengan tetap teguh pada niat dan adab.

Analisis Interdisipliner Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim  dapat dianalisis dari berbagai perspektif ilmu, baik dari segi pendidikan, etika, hingga sosiologi, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan relevansi dalam konteks kontemporer.

Perspektif Pendidikan : Dari sudut pandang pendidikan, kitab ini menekankan pendekatan holistik dalam pendidikan, di mana transfer ilmu harus selalu disertai dengan pembinaan akhlak. Pendekatan ini sangat relevan dalam pendidikan modern, di mana pendidikan karakter kini menjadi fokus utama dalam kurikulum di berbagai negara. Dalam hal ini, Syaikh Hasyim Asy’ari sudah mempelopori pemikiran bahwa pendidikan harus mencakup aspek moral dan spiritual, bukan hanya kognitif.

Perspektif Etika dan Filsafat : Kitab ini menawarkan konsep etika yang mendalam dalam proses belajar dan mengajar. Di era modern, ketika ilmu pengetahuan cenderung dikejar demi kepentingan materi dan teknologi, “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” mengingatkan pentingnya keikhlasan dan tujuan yang lebih tinggi dalam menuntut ilmu. Etika dalam pendidikan yang ditawarkan kitab ini sejalan dengan pandangan filsafat pendidikan bahwa ilmu harus diarahkan untuk kemaslahatan manusia, bukan untuk kepentingan egois atau komersial semata.

Perspektif Sosiologi Pendidikan : Kitab ini juga relevan dalam kajian sosiologi pendidikan, di mana hubungan antara guru dan murid tidak hanya dipandang sebagai hubungan fungsional (pengajar dan penerima ilmu), tetapi sebagai hubungan sosial yang saling mempengaruhi. Hasyim Asy’ari menekankan bahwa keberhasilan dalam pendidikan tidak hanya terletak pada metode pengajaran, tetapi juga pada relasi sosial yang baik antara guru dan murid. Dalam konteks masyarakat modern yang sering kali bersifat individualistik, konsep kolektivitas dan hubungan harmonis dalam pendidikan menjadi semakin penting.

Perspektif Psikologi Pendidikan : Kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” juga menawarkan wawasan berharga dalam psikologi pendidikan. Dengan menekankan pentingnya penghormatan, keikhlasan, dan kesabaran, kitab ini mengajarkan pentingnya menciptakan suasana belajar yang positif, di mana murid merasa dihargai dan didukung. Ini sesuai dengan teori motivasi dalam psikologi pendidikan, di mana penghargaan terhadap murid dan lingkungan belajar yang suportif dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil akademis.

Kesimpulan

Kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” adalah salah satu karya besar dalam dunia pendidikan Islam yang tidak hanya membahas aspek keilmuan, tetapi juga memberikan pedoman moral dan etika bagi para guru dan pelajar. KH. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini dengan latar belakang keprihatinannya terhadap merosotnya adab dalam proses belajar-mengajar di zamannya, dan kitab ini tetap relevan hingga saat ini sebagai pedoman pendidikan berbasis karakter.

Secara interdisipliner, kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” menawarkan pandangan yang komprehensif tentang integrasi antara ilmu pengetahuan dan etika, serta hubungan sosial yang baik dalam proses pendidikan.

Kitab ini tidak hanya fokus pada transfer pengetahuan secara akademis, tetapi juga menekankan pentingnya adab, akhlak, dan hubungan harmonis antara guru dan murid. Melalui pendekatan interdisipliner, pandangan ini bisa diuraikan dari beberapa perspektif berikut:

  1. Pendidikan: Kitab ini menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal kecerdasan intelektual, tetapi juga pembinaan moral. Dalam pendidikan modern, ada kesadaran bahwa pembentukan karakter sama pentingnya dengan kemampuan kognitif. “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” menjelaskan bahwa akhlak harus menyertai proses belajar untuk menghasilkan individu yang tidak hanya pintar, tetapi juga bermoral.
  2. Etika dan Filsafat: Dari sudut pandang etika, kitab ini menguraikan bahwa ilmu yang bermanfaat hanya dapat diraih jika pelajar dan guru mempraktikkan adab dan niat yang ikhlas. Ini selaras dengan pandangan filosofis bahwa pendidikan seharusnya mengarahkan manusia pada kebajikan, bukan hanya pengetahuan.
  3. Sosiologi Pendidikan : Kitab ini juga relevan dari sudut pandang sosiologi pendidikan, dengan menekankan pentingnya relasi sosial yang baik dalam lingkungan pendidikan. Penghormatan antara guru dan murid adalah kunci dalam membangun suasana belajar yang efektif, yang secara langsung mempengaruhi hasil pendidikan.
  4. Psikologi Pendidikan : Dari perspektif psikologi, kitab ini menjelaskan pentingnya membangun lingkungan belajar yang positif. Adab dalam interaksi belajar mengajar, seperti sikap hormat, kesabaran, dan kasih sayang, dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat. Ini sejalan dengan teori motivasi dan pembelajaran, yang menekankan peran penting dari lingkungan sosial yang mendukung.

Dengan pandangan interdisipliner ini, kitab “Adabul ‘Alim wal Muta’allim” tidak hanya relevan dalam konteks pendidikan tradisional Islam, tetapi juga menawarkan wawasan berharga bagi pendidikan modern yang berbasis pada pengembangan karakter, etika, dan hubungan sosial yang kuat dalam proses pembelajaran.

 

Daftar Pustaka

Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wal Muta’allim. https://drive.google.com/file/d/13PnKU96bzAea0d0TpFohXzMX5AwwthxP/view?usp=sharing

Burhanuddin Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’allim Thariq at-Ta’allum. https://drive.google.com/file/d/1Mp53M4R5YZRwDNy8YM–Lj4jPegI9fa8/view?usp=sharing

Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin.

Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam.

Martin Lings, What is Sufism?, sebagai referensi etika dalam Islam.

https://www.laduni.id/post/read/55571/biografi-hadratussyaikh-kh-m-hasyim-asyari.html

Rosyidin, M. A., Jasminto, J., & Jumari, J. (2023). The absorption of islamic education thought of kh. m. hasyim asy’ari through teaching of adab al-‘alim wa al-muta’allim among the santri at the pesantren tebuireng. Millah: Journal of Religious Studies, 611-640. https://doi.org/10.20885/millah.vol22.iss2.art12

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar